Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam -dia sedang hamil karena zina- dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku harus dihukum, lakukanlah hukuman itu padaku. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda: “Berbuat baiklah padanya, apabila ia melahirkan, bawalah bayi itu kepadaku.” Kemudian beliau menyolatkannya. Berkatalah Umar: Apakah baginda menyolatkannya wahai Nabi Allah, padahal ia telah berzina? Beliau menjawab: “Ia benar-benar telah bertaubat yang sekiranya taubatnya dibagi antara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya cukup buat mereka. Apakah engkau mendapatkan seseorang yang lebih utama daripada ia menyerahkan dirinya karena Allah?”. Riwayat Muslim.
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah memukul dan mengasingkan (orang yang berbuat zina), Abu Bakar juga pernah memukul dan mengasingkan, serta Umar juga pernah memukul dan mengasingkan. Riwayat Tirmidzi. Para perawinya dapat dipercaya, namun mauquf dan marfu’nya masih dipertentangkan.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah menentukan kadar nasib setiap manusia untuk berzina yang pasti akan dikerjakan olehnya dan tidak dapat dihindari. Zina kedua mata ialah memandang, zina lisan (lidah) ialah mengucapkan, sedangkan jiwa berharap dan berkeinginan dan kemaluanlah (alat kelamin) yang akan membenarkan atau mendustakan hal itu. (Shahih Muslim No.4801)
Bahwa Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah menentukan kadar nasib setiap manusia untuk berzina yang pasti akan dikerjakan olehnya dan tidak dapat dihindari. Zina kedua mata ialah memandang, zina lisan (lidah) ialah mengucapkan, sedangkan jiwa berharap dan berkeinginan dan kemaluanlah (alat kelamin) yang akan membenarkan atau mendustakan hal itu. (Shahih Muslim No.4801)
________________________
Q.4:15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [1], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[2].
[1] Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita)
[2] Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur.
Q.24:2:Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Q.4:3:Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.
Pelaksana Eksekusi
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama.
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama.
Penuduh yang tidak terbukti juga ada hukumannya.
Q.24:4:Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
Pelakunya sebaiknya bertobat.
Q.3:135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[3], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
[3] Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
0 komentar:
Posting Komentar