A. RUANG LINGKUP
FILSAFAT
1. Defenisi Filsafat
Sekarang mari
kita lanjutkan perbincangan kita dengan menyimak berbagai definisi filsafat
yang disodorkan para ahli. Tetapi sebelumnya barangkali kita telusuri dulu
pengertian filsafat secara bahasa (etimologi). Filsafat berasal dari beberapa
bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu
philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat merupakan gabungan dua
kata, yaitu philein yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai,
menghormati, menikmati, dan sophia atau sofein yang artinya kehikmatan,
kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, atau kejernihan. Secara etimologi,
berfilsafat atau filsafat berarti mencintai, menikmati kebijaksanaan atau
kebenaran. ( Sutardjo: 2007,10)
Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali
di gunakan oleh Pythagoras, seorang filosof Yunani yang hidup pada 582-496
sebelum masehi. Cicero (106-43 SM), seorang penulis Romawi terkenal pada
zamannya yang sebagian karyanya masih dibaca pada zaman sekarang, mencatat
bahwa kata "filsafat" dipakai Pythagoras sebagai reaksi terhadap kaum
cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya 'ahli pengetahuan'. Pythagoras
menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada
seorangpun yang mungkin mencapai
ujungnya apalagi menguasainya. Jadi jangan sombong menjuluki diri kita 'ahli'
dan 'menguasai' ilmu pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Paling tinggi kita ini,
kata Pythagoras, yang banyak menysusun dan menemukan rumus-rumus ilmu yang jitu
dan diakui hingga zaman modern, adalah pencari dan pecinta pengetahuan dan
kebijaksanaan yakni filosofis.
Yang lebih
dikenal mempergunakan kata ini untuk suatu pencarian kebijaksanaan adalah
filosof terkenal Socrates (470-399 SM). Socrates tidak saja terkenal karena
pemikirannya yang briliyan, tetapi lebih karena ia banyak mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya kepada siapa saja yang
dijumpainya membuat banyak orang bertanya-tanya sebagian orang menjadi lebih
arif, lebih sadar diri, lebih pintar, tetapi ada yang merasa disudutkan dan
dicemoohkan. Oleh sebagian penguasa dan tokoh masyarakat pertanyaan-pertanyaan
Socrates dianggap berbahaya, subversif, provokatif. Pertanyaannya yang
menyadarkan banyak membuat generasi muda menjadi ragu terhadap status quo,
murtad dan memberontak. Ia, filosuf sang penyadar ini, kemudian diadili dan
dijatuhi hukuman mati, bukan ditembak atau digantung tetapi dengan minum racun.
Ketika tidak ada yang tega menyodorkan piala berisi racun kepadanya, ia rela
menegaknya sendiri demi menunjukkan bahwa ia filosof yang agung, seorang yang
cinta kebijaksanaan dan benci kemunafikan dan kejahilan (seharusnya kita
bersyukur karena tidak harus berkorban seperti Socrates untuk bisa cinta
ilmu-kebijaksanaan dan benci kemunafikan-kejahilan).
Dilihat dari
arti praktisnya, filsafat adalah alam berfikir atau alam pikiran. berfilsafat
adalah berfikir. Langeveld, dalam bukunya "pengantar pada pemikiran
filsafat" (1959) menyatakan, bahwa filsafat adalah suatu perbincangan
mengenai segala hal, sarwa sekalian alam
secara sistematis sampai ke akar-akarnya. Apabila dirumuskan kembali, filsafat
adalah suatu wacana, atau perbincangan mengenai segala hal secara sistematis
sampai konsekwensi terakhir dengan tujuan menemukan hakekatnya.
Sekarang mari
kita lihat bagaimana definisi filsafat secara termenologi. Walaupun Hatta dan
Langeveld mengemukakan pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan
lebih dulu akan tetapi, untuk menyesuaikan pembahasan ini dengan tujuan
perkuliahan kita, akan dicoba juga membahas pengertian filsafat secara singkat.
Berdasarkan hasil tela'ah, sejak zaman Yunani Kuno sampai dengan sekarang,
beberapa ahli filsafat telah mendefinisikan filsafat. Plato menyatakan filsafat
sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang murni (asli).
Murid Plato, Aristetoles mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran, seperti ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika etika,
ekonomi, politik, dan estetika. Descartes mendefinisikan filsafat sebagai
kumpulan segala ilmu pengetahuan termasuk didalamnya Tuhan, alam, dan manusia
menjadi pokok penyelidikan. Adapun Al-Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim
terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
alam maujud dan bertujuan menyelidiki halikat yang sebenarnya. (Ahmad syadali,
16)
Sementara
menurut Immanuel Kant menyatakan, bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya mencakup
empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang
seharusnya diketahui ( etika), sampai dimana harapan kita (agama), dan apa yang
dinamakan dengan manusia (antropologi) (Sutardjo, 2007:11), dan menurut
Hasbullah Bakri merumuskan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam, semesta alam, dan manusia sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hekekat ilmu filsafat dapat
dicapai oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia setelah
mencapai pengetahuan itu.
Sepatutnya,
kita memberikan catatan mengenai
penggunaan istilah ilmu atau ilmu pengetahuan untuk pengertian umum
filsafat. Saat ini, filsafat dan ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan dua hal
berbeda. Sedikit penjelasan dapat dikemukakan, bahwa sebelum tahun 1500-an,
semua wacana disebut filsafat, setidaknya di Yunani. Orang yang sedang
berbicara tentang ilmu bumi atau masalah jual beli pun disebut sedang berfilsafat
karena pada dasarnya adalah mencari kebenaran. Setelah zaman filsafat modern
yang dipelopori Descartes dan John Locke terdapat perbedaan antara filsafat dan
ilmu pengetahuan.
2. Objek Filsafat
Tujuan
berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang
sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematis filsafat.
Sistematis filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu
teori pengetahuan, teori hakekat, dan teori nilai.
Isi filsafat
ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh filosuf
ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, jadi luas sekali. Objek yang
diselidiki oleh filsafat ini disebut objek materia, yaitu segala yang ada dan
mungkin ada tadi. tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek
materia sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek
materia yang impiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian
yang impriris, melainkan bagian yang abtraknya. Kedua, ada objek materia
filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari
akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak empiris. Jadi, objek
meteria filsafat tetap saja luas dari objek materia sains.
Selain objek
materia, ada lagi objekforma, yaitu sifat penyelidikan. Objek forma filsafat
ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin
tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak
empiris. Penyelidikan sain tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai
batas objek itu daat diteliti secara empiris. Jadi, objek penelitian sains
ialah pada batas dapat diriset, sedangkan objek penelitian filsafat adalah pada
daerah tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi, sains
menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya.
3. Cara Mempelajari
Filsafat
Isi filsafat
ialah buah pikiran filosuf . Bagaimana cara mempelajarinya? Ini adalah kata
lain bagi bagaimana cara memahaminya. Pertama sekali perlu kiranya diketahui
bahwa isi filsafat amat luas. Luasnya itu disebabkan pertama oleh luasnya objek
penelitian (objek material) filsafat, yaitu segala yang ada dan mungkin ada.
Sebab lain ialah filsafat adalah cabang pengetahuan yang tertua. Dan sebab ketiga
adalah pendapat filosof tidak ada yang tidak layak dipelajari, tidak ada
filsafat yang ketinggalan zaman. Lalu bagaimana menghadapinya? dari mana
memulainya?
Ada tiga macam metode
mempelajari filsafat: metode sistematis, metode historis, dan metode kritis.
a. Metode Sistematis
Metode sistematis adalah
cara mempelajari filsafat mengenai materi atau masalah-masalah yang
dibicakannya. Sistimatis di sini artinya adanya susunan dan urutan (hierarki),
juga kaitan suatu masalah dengan materi atau masalah lain yang terdapat dalam
filsafat. Lantas, apa yang dimaksud dengan materi atau permasalahan dalam
filsafat dan bagaimana susunan dan hubungan satu masalah dengan masalah lain
terjadi? Tiga masalah pokok dalam dalam filsafat yang melahirkan jenis-jenis filsafat,
disebut juga dengan problematika filsafat. Ketiga masalah tersebut antara lain.
Pertama, masalah mengenal dan mengetahui (cognitio) atau teori pengetahuan. kedua, masalah segala
sesuatu (metafisika), yaitu metafisika umum (ontologi), dan metafisika khusus
atau belajar tentang teori hakekat. Ketiga, masalah penilaian, nilai, dan
aksiologi. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat.
Tatkala membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatian kita terpusat pada isi
filsafat, bukan pada tokoh ataupun periode. (Ahmad Tafsir, 2005:20)
Sebenarnya, sistematika
filsafat ini sudah ada sejak masa Yunani Kuno yang terkenal adalah sistematika
Aristoteles. Sistimatika ini dianggap sebagai sistematika pertama dalam
filsafat, meskipun sebelumnya, guru Aristoteles, Plato telah mengemukakan tiga
cabang filsafat, yaitu dialektika yang mempersoalkan gagasan atau pengertian
umum, fisika yang mempersoalkan dunia materi, dan etika yang mempersoalkan baik
serta buruk. Menurut Aristetoles, pembagian atau klasifikasi filsafat adalah
logika yang dianggap sebagai pendahulu filsafat. Adapun klasifikasi
filsafatnya, yaitu filsafat teoritis membicarakan fisika, matematika, dan metafisika;
filsafat fisika praktis membicarakan etika, ekonomi, dan politik; serta
filsafat poetika(kesenian) (Sutardjo, 2007:16)
b. Metode
Historis
Metode historis adalah
cara mempelajari filsafat berdasarkan urutan waktu, perkembangan pemikiran
filsafat yang telah terjadi, sejak kelahirannya sampai saat ini, sepanjang
dapat dicatat dan memenuhi syarat-syarat pencatatan serta penulisan sejarah.
(Sutardjo, 2007:16). Pendekatan ini dapat dilakukan dengan membicarakan tokoh
demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah, misalnya dimulai darai
membicarakan filsafat Thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya,
baik dalam teori pengetahuan, teori hakekat, maupun dalam teori nilai. Lantas
dilanjutkan dengan membicarakan Anaximandros, misalnya, lalu Socrates, lalu
Rousseau, lantas kant, dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer. Tokoh
dikenalkan, kemudian ajarannya. Mengenalkan tokoh memang perlu karena ajarannya
biasanya berkaitan erat dengan lingkungan, pendidikan, kepentingannya. Dalam
menggunakan metode historis dapat pula ditempuh cara lain, yaitu dengan cara
membagi babakan sejarah filsafat. Misalnya mula-mula dipelajari filsafat kuno
(ancient philosophy). Ini biasanya sejak Thales sampai menjelang Plotinus,
dibicarakan tokoh-tokohnya, ajaran masing-masing, ciri umum filsafat periode
itu. Kemudian para pelajar menghadapi filsafat Abad Pertengahan (middle
philosophy), lalu filsafat abad modern (modern philosophy). Variasi cara
mempelajari filsafat dengan metode historis cukup banyak. Yang pokok,
mempelajari filsafat dengan menggunakan metode historis berarti mempelajari
filsafat secara kronologis. Untuk pelajar pemula metode ini baik digunakan.
(Ahmad Tafisr, 2005:20)
c. Metode kritis.
Metode kritis digunakan
oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar haruslah
sedikit banyak telah memiliki pengetahuan filsafat. pelajaran filsafat pada
tingkat sekolah pascasarjana sebaiknya menggunakan metode ini. Di sini
pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematika ataupun historis.
Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan
kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk menentang, dapat juga berupa
dukungan terhadap ajaran filsafat yang sedang dipelajari. Ia mengkritik mungkin
dengan menggunakan pendapatnya sendiri ataupun dengan menggunakan pendapat
filosofis lain. (Ahmad Tafisr, 2005:21)
B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Terdiri dari
4 yaitu:
·
To hear is to forget
(jika hanya
mendengarkan sesuatu, faktor untuk melupakan itu sangat besar)
·
To see is to remember
(dengan
melihat kita gampang untuk mengingat)
·
To read is to learn
(dengan
membaca kita akan cerdas)
·
To do is to understand
(untuk
mengerti kita harus mempraktekkan atau mengerjakannya)
1. Pengertian
Filsafat Pendidikan
Menurut A.
Chaedar Alwasilah: Filsafat Pendidikan adalah studi ihwal tujuan, hakikat, dan
isi yang ideal dari pendidikan (Chaedar, 2008:101). Al-Syaibany: Filsafat
Pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.
Hal senada dikatakan Hasan Langgulung: Filsafat Pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerapkan nilai-nilai
dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya (Jalaluddin, 2007:19,158). Sedang
George R. Knight mengatakan: Filsafat Pendidikan tidak berbeda dengan filsafat
umum, ia merupakan filsafat umum yang diterapkan pada pendidikan sebagai sebuah
filsafat spesifik dari usaha serius manusia (Knight, 2007:21). Sementara Imam
Barnadib mengatakan: Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan
(Barnadib, 1986:14). Berdasar pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa
filsafat pendidikan adalah ilmu yang membahas pendidikan secara filosofi, atau
ilmu yang membahas secara filosofi mengenai pendidikan.
2. Peranan dan Fungsi
filsafat Pendidikan.
a. Peranan Filsafat
Pendidikan
Tidak dapat dinafikan setiap ilmu yang telah
lahir di muka bumi tentulah memiliki arti dan fungsi bagi kehidupan manusia.
Begitu pula filsafat pendidikan suatu ilmu yang memiliki peranan dan fungsi
dalam kehidupan khususnya kehidupan dunia pendidikan.
Menurut Jalaluddin & Abdullah Idi peran
filsafat pendidikan: 1) Landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan
pelaksanaan pendidikan; 2) Pemberi arah dan pedoman bagi usaha-usaha perbaikan,
meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
(Jalaluddin, 2007:29-33).
Filsafat Pendidikan memiliki peranan yang
penting karena filsafat pendidikan menjadi landasan filosofis dan pemberi arah
untuk usaha-usaha perbaikan, kemajuan dan tetap eksisnya pendidikan. Tanpa
landasan dan arahan, penyelenggaraan pendidikan sangat sulit untuk mencapai
tujuan pendidikan yang direncanakan. Landasan yang kuat sangat dperlukan bagi
para pembangun bangunan pendidikan selanjutnya agar bangunannya menjadi kokoh
dan eksis selamanya.
b. Fungsi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan di samping memiliki
peranan yang strategis, juga memiliki fungsi yang penting dalam dunia
pendidikan, dunia yang mampu merubah karakter manusia, dan mendewasakan manusia,
serta dunia yang memanusiakan manusia.
Fungsi filsafat pendidikan sebagai berikut: 1)
Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, sifat dan hakikat manusia serta
pendidikan, dan isi moral (sistem) nilai pendidikan; 2) Merumuskan teori,
bentuk, dan sistem pendidikan, mencakup kepemimpinan, pendidikan, politik
pendidikan, bahan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, pola-pola
akulturasi serta peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara; 3)
Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori
pendidikan dan kebudayaan (Jalaluddin, 2007:159).
Filsafat pendidikan memiliki fungsi merumuskan
dasar dan tujuan pendidikan, merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan
serta merumuskan hubungannya dengan agama dan kebudayaan. Fungsi filsafat
pendidikan sangat strategis karena merumuskan masalah-masalah mendasar yang
berkait dengan dunia pendidikan dan hubungannya dengan pembangunan bangsa dan
negara. Dasar dan tujuan pendidikan yang jelas akan memudahkan dalam penyelenggaraan
pendidikan, dan dapat menjadi parameter akan tercapai tidaknya apa yang
dicita-citakan.
C. DIMENSI PENDIDIKAN
Ada 3 dimensi pendidikan
yaitu:
1. Long life education
(Pendidikan itu seumur
hidup)
2. Weight education
(pendidikan itu
melebar/luas)
3. Depth education
(pendidikan itu
mendalam)
D. BERPIKIR FILSAFAT
(sebuah proses berpikir)
Berpikir secara
filsafat, tidak lepas dari ke 3 aspek yaitu: Aspek Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi Pendidikan
1. Aspek Ontlogi
Pendidikan
Pendidikan dalam hubungannya dengan asal usul,
eksistensi dan tujuan hidup manusia; pendidikan suatu proses
menumbuhkembangkan, dan membimbing (berkesinambungan) potensi manusia.
Sasarannya menumbuhkan kesadaran atas eksistensi manusia yang berasal-usul dan
bertujuan, sehingga membuahkan “kecerdasan spritual”. Kecerdasan spiritual
dijadikan fondasi eksistensi manusia agar berlangsung dalam dinamika
perkembangan secara konstan berdasarkan kesadaran mendalam tentang hakikat asal
usul dan tujuan kehidupnnya. Ontologi Pendidikan menurut Tingkat Keberadaan: 1)
Esensi abstrak pendidikan; 2) Esensi potensial pendidikan; dan 3) Esensi
konkrit pendidikan (Suhartono, 2007: 112-114). Esensi abstrak pendidikan
bernilai universal artinya mutlak adanya dan berlaku bagi manusia siapa pun, kapan
pun dan di mana pun. Sasarannya pemanusiaan manusia. Esensi potensial
pendidikan, Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat manusia berada di dalam
kepribadiannya sebagai manusia, bukan makhluk lain. Pendidikan
menumbuhkembangkan “kecerdasan inteligensia”. Eseensi konkrit pendidikan,
Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat setiap manusia individu berkesadaran
utuh terhadap hakikat keberadaanya berdasar nilai asal usul dan tujuan
kehidupannya. Berdasar kecerdasan spritual dan kecerdasan intelektual, hakikat
konkrit pendidikan menekankan pada “kecerdasan emosional” yaitu kemampuan
individu dalam mengendalikan perilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai
asal usul dan tujuan kehidupan. Potensi manusia ditumbuhkan secara seimbang dan
terpadu agar spirit manusia semakin cerdas. Manusia yang eksis dalam kecerdasan
spiritualnya cenderung berwawasan luas dan mendalam, yang membuka untuk
memasuki dunia transenden.
2. Aspek Epistemologi Pendidikan
Kebenaran pendidikan menunjuk pada output atau
hasil dari sebuah rangkaian penyelenggaraan pendidikan. Kebenaran pendidikan
dapat diukur menurut standar keilmuan, yaitu keterpaduan antara (kebenaran)
bentuk dan (kebenaran) materi. Jika bentuk dan materi terpadu utuh, pendidikan
benar adanya. Kebenaran bentuk diukur dengan keberhasilan menyelesaikan jenjang
pendidikan formal, sedang kebenaran materi diukur sejauh mana di dalam diri
seorang individu tumbuh potensi ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan “kecerdasan
intelektual” (Suhartono, 2007: 129). Kecerdasan intelektual ini berupa,
kreativitas, kecakapan dan ketrampilan, yang sumbernya kebenaran ilmiah.
Kebenaran ilmiah menjadi landasan terbentuknya watak dan sikap ilmiah. Sikap
yang memandang dan menilai sesuai dengan kacamatanya, sehingga tidak ada
penafsiran manipulative pada obyek.
3. Aspek Aksiologi (Etika) Pendidikan
Aksiologi (etika) pendidikan, sasaran utamanya
menumbuhkan nilai kebaikan dalam perilaku manusia sehingga menjadi matang dan
cerdas (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional adalah perlaku yang
mengandung kebenaran, dan syarat dengan kebijaksanaan. Kecerdasan emosional
adalah sebuah perilaku yang dibangun menurut dasar ontologi dan epistemologi
pendidikan (Suhartono, 2007: 140). Kecerdasan spiritual menjadi basis dari
kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional. Tanggung jawab pencerdasan
emosioanal selain keluarga, institusi pendidikan, juga masayakat. Masyarakat
merupakan keseluruhan entitas social sehingga memiliki peran sentral dalam
pencerdasan emosional. Meskipun ketiga komponen tersebut bertanggung jawab atas
pencerdasan emosional tapi pada hakekatnya pencerdasan emosional berada pada
individu masing-masing, yang merupakan makhluk individu, makhluk sosial dan
makhluk Tuhan.
E. FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu
adalah tinjauan kritis tentang pendapat ilmiah dengan menilai metode-metode
pemikirannya secara netral dalam kerangka umum cabang pengetahuan intelektual
Ruang lingkup
filsafat ilmu melingkupi ontologi ilmu yang mengupas hakikat dari ilmu itu
sendiri, epistemologi ilmu yang membahas tatacara dan landasan untuk mencapai
pengetahuan ilmiah tersebut dan terakhir aksiologi ilmu yang meliputi
nilai-nilai normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan.
Objek dari
filsafat ilmu dapat bersifat umum dan bersifat khusus yang terbagi menjadi dua
yaitu secara mutlak dan tidak mutlak
sejarah
perkembangan filsafat sudah dimulai sejak zaman yunani kuno dengan tokoh-tokoh
terkenal seperti aristoteles, plato, thales dan sebagainya, kemudian
dilanjutkan pada zaman abad pertengahan yang digawangi oleh para pemuka agama
dengan terpengaruh pada pemikiran tokoh yunani kuno. perkembangan filsafat
selanjutnya adalah zaman renaissance atau kebangkitan kembali yang berpendapat
pada kebebasan manusia dan tidak didasarkan pada campur tangan tuhan. perkembangan
terakhir yaitu pada zaman modern yang ditandai dengan beruntunnya
penemuan-penemuan ilmiah dan mutakhir yang dirintis pada zaman renaissaince
F. FUNGSI FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan
salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya
tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala
fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau
berdiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup,
pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika
yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk
kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik,
hukum dan sebagainya.
Ismaun (2001)
mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik
dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali
kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories
yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi
dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil
ataupun besar secara sederhana.
Kegunaan filsafat ilmu
1. Sarana pengujian
penalaran ilmiah, sehingga kritis terhadap kegiatan ilmiah.
2. Menguji, mengkritik
asumsi dan metode keilmuan.
3. Filsafat ilmu
merupakan salah satu cabang dari filsafat.
0 komentar:
Posting Komentar