Selasa, 27 Desember 2011

Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50 Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Mencit Balb/c


Latar Belakang: Ekstrak Centellla asiatica (L.) Urban diketahui memiliki efek
sedatif-hipnotik, memperbaiki akson pada kerusakan saraf dan meningkatkan
faktor pertahanan mukosa gaster. Uji toksisistas akut LD50 diperlukan untuk
menguji keamanan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuti
efek toksik dari dosis tunggal ekstrak ini dalam 24 jam terhadap mencit balb/c.
Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan Post Test Only Control
Group Design. Tiga puluh ekor mencit Balb/c dibagi menjadi 1 kelompok kontrol
(K) dan 4 kelompok perlakuan (P). Kelompok K hanya dosis tunggal aquadest
per-oral. Kelompok P1, P2, P3, dan P4 diberi dosis tunggal ekstrak Centella
asiatica (L.) Urban dengan dosis bertingkat 5 mg, 50 mg, 500 mg, dan 2000 mg
per kgBB. Setelah 24 jam dinilai gejala klinis ketoksikan pada tiap mencit dan
dihitung jumlah mencit yang mati.
Hasil: Tidak ada satupun kematian mencit Balb/c pada seluruh kelompok (K, P1,
P2, P3 dan P4) sehingga berdasarkan kesepakan para ahli, dosis maksimal yaitu
pada dosis 2000 mg per kgBB ditetapkan sebagai LD50 semu. Tidak ada gejala
klinis ketoksikan signifikan yang tampak pada seluruh kelompok (K, P1, P2, P3
dan P4).
Simpulan: Pada dosis maksimal (2000 mg per kgBB) Centella asiatica (L) Urban
tidak terdapat kematian pada seluruh mencit Balb/c sehinngga digolongkan pada
kriteria “praktis tidak toksik”.
Kata Kunci: Centella asiatica (L.) Urban, toksisitas akut, LD50
1)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
2)Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
9
The Acute Toxicity Test Using LD50 Formulation of Gotu Kola (Centella
asiatica (L.) Urban) leaves Extract on Balb/c Mice
Feni Sulastry1), Budhi Surastri S2)
ABSTRACT
Background: Centella asiatica (L.) Urban has been proven having sedativehipnotic,
regenerate axons on nerve damage and increase gastric mucosal
defense factors by several researches. LD50 acute toxicity test is important to
determine the usage safeness of this extract. This research aimed to investigate
the toxic effects of Centella asiatica (L.) Urban extract in single dose for 24 hours
on balb/c mice.
Method: This experimental study applied post test only control group design.
Thirty balb/c mice were divided into 1 control group (K) and 4 treatment groups
(P). K was administrated by single dose of aquadest. P1, P2, P3, and P4 treated
by single doses extract of Centella asiatica (L.) Urban: 5 mg; 50 mg; 500 mg; and
2000 mg per kgs of body weight. After 24 hours, all mice were assessed for the
toxic clinical symtomps and the amount of death mice.
Result: There were no deaths in every groups of Balb/c mice (K, P1, P2, P3 and
P4). Therefore, based on specialist’s agreement, the maximum dose; 2000 mg per
body weight; administrated the mice was considered as the apparent LD50.
Significant toxic clinical symtomps were not found in every group of mice (K, P1,
P2, P3 and P4).
Conclusion: Centella asiatica (L) Urban leaves extract is considered as the
practically non toxic substance.
Key Words:Centella asiatica (L) Urban, acute toxicity, LD50
1) Student of Faculty of Medicine Diponegoro University, Semarang
2) Staff on Pharmacology Department Faculty of Medicine Diponegoro University, Semarang
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat telah mengenal secara luas dan turun – temurun
penggunaan obat – obat tradisional. Salah satunya adalah Pegagan (centella
asatical (L.) Urban). Pegagan ini dimanfaatkan dalam bentuk bahan segar, kering
maupun dalam bentuk ramuan atau jamu.1
Efek pengobatan dari pegagan secarara tradisisonal dan secara ilmiah
sudah lama berkembang. Pegagan telah dikenal sebagai obat untuk revitalisasi
tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh.
Pegagan dapat diberikan sabagai obat kepada penderita insomnia, penderita stress,
dan penderita kelainana mental.2
Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan untuk membuktikan efek
sedatif-hipnotik ekstrak Pegagan. Di antaranya yang pernah diteliti oleh Anissatul
Mubarokah dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
menunjukkan bahwa ekstrak Pegagan mempunyai efek sedatif.3 Selain itu,
Pegagan juga dapat mempercepat perbaikan akson pada kerusakan saraf.4 Pegagan
juga dapat meningkatkan faktor pertahanan gaster berupa peningkatan sekresi
musin gaster dan produksi glikoprotein sel mukosa.5
Mengingat betapa luas dan seringnya pemakaian Pegagan ini sebagai obat,
maka penggunaan tanaman ini harus melalui serangkaian uji, seperti uji khasiat,
toksisitas dan uji klinik. Dengan dasar tersebut dan mempertimbangkan
11
potensinya yang cukup tinggi, maka penulis tertarik untuk melakukan uji
toksisitas akut ekstrak pegagan untuk menetapkan potensi ketoksikan akut
Pegagan.6
Uji toksisitas akut merupakan salah satu uji pra-klinik. Uji ini dilakukan
untuk mengukur derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu
singkat, yaitu 24 jam, setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Tolak ukur
kuantitatif yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal
atau toksik adalah dosis letal tengah (LD50). Penelitian ini dilakukan secara in
vivo, menggunakan hewan coba mencit Balb/c dengan paparan tunggal dosis
bertingkat. Pengamatan meliputi jumlah hewan yang mati serta gejala klinis
ketoksikan akut senyawa pada 24 jam pertama pemberian ekstrak Pegagan.
1.2 Rumusan Masalah
Berapakah LD50 ekstrak Pegagan (Centella asatical (L.) Urban) pada
mencit Balb/c?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujaun untuk mengetahui efek toksisitas akut ekstrak
Pegagan (Centella asatical (L.) Urban) yang diukur secara kuantitatif dengan
LD50.
1.3.2 Tujuan Khusus
12
1. Menentukan nilai dosis ekstrak Pegagan (Centella asatical (L.)
Urban) yang mengakibatkan kematian 50% populasi mencit
2. Mengamati gejala – gejala klinis ketoksikan setelah pemberian
ekstrak Pegagan (Centella asatical (L.) Urban) dalam 24 jam
pertama
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi penelitian lebih lanjut mengenai toksisitas akut
pemberian ekstrak Pegagan (Centella asatical (L.) Urban) terhadap mencit
Balb/c.
2. Sebagai dasar evaluasi keamanan perancangan klinik.
3. Sebagai pedoman untuk memperkirakan risiko penggunaan ekstrak
Pegagan (Centella asatical (L.) Urban) oleh atau pemajanannya pada diri
manusia.
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pegagan
2.1.1 Karakteristik Umum
Pegagan termasuk kelas Ambelliferae atau Apiaceae. Tanaman ini
memiliki nama latin Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle asiatica. Pada
beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama daun kaki kuda, rumput kaki
kuda, antanan gede, panegowang, kisu-kisu, pegaga, tapak kuda dan kuku kuda.7
Pegagan merupakan tanaman tahunan yang tumbuh menjalar dan tidak
berbatang. Perkembangbiakannya menggunakan stolon. Panjang tanaman bisa
mencapai 10-80 cm, bahkan lebih. Jumlah daun bisa 10 helai atau lebih. Panjang
tangkai daun sekitar 50 mm. Daun berbentuk seperti kipas atau ginjal dengan
diameter 1-7 cm dan tepinya bergerigi. Bentuk bunga seperti payung dan keluar
dari ketiak daun. Biasanya tangkai bunga lebih pendek daripada tangkai daun.
Buah pegagan berbentuk pipih dengan lebar sekitar 7 mm, berwarna kuning
kecoklatan dan agak tebal.7,8
Pegagan akan tumbuh dengan baik di daerah-daerah dengan ketinggian
500 meter dari permukaan air laut dan memiliki pH netral. Pertumbuhannya akan
semakin maksimal jika daerah tersebut terbuka tetapi cukup terlindung dari sinar
matahari secara langsung.7
14
2.1.2 Kandungan dalam Pegagan
Pegagan mengandung triterpenoid, fosfor, karotenoid, brahmosida, asam
brahmat, asam sentelat, asam sentolat, saponin, tatin, resin, pektin, hidrocotyline,
vellarine asaticoside, thankunside, isothankunside, madecassoside, mesoinositol,
centallose, mucilago, garam K, Na, Ca, Fe, Mg, vitamin B, vitamin C, dan minyak
atsiri.7,8
2.1.3 Khasiat
Pegagan mempunyai rasa manis. Tanaman ini berkhasiat sebagai,
penghenti perdarahan, diuretik ringan, anti rematik, anti toksik, pembersih darah,
dan penenang atau sedatif.7,9 Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan Pegagan
untuk mengobati penyakit-penyakit kencing keruh akibat infeksi atau pada batu
sistem saluran kemih, susah kencing, demam, darah tinggi, wasir, pembengkakan
hati, campak, bisul, mata merah, bengkak, batuk darah, muntah darah, mimisan,
batuk kering, dan penambah nafsu makan.10,11
Dosis tinggi dari glikosida saponin mempunyai manfaat meredakan rasa
nyeri. Saponin yang terkandung dalam Pegagan ini mempunyai manfaat
mempengaruhi kolagen misalnya dalam menghambat produksi jaringan bekas
luka yang berlebihan.12
Asiaticoside Pegagan berfungsi meningkatkan perbaikan dan penguatan
sel-sel kulit, stimulasi pertumbuhan kuku, rambut, dan jaringan ikat.13 Kandungan
triterpenoid Pegagan dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga peredaran
darah ke otak menjadi lancar, memberikan efek menenangkan dan meningkatkan
15
fungsi mental menjadi yang lebih baik.12 Penelitian efek sedatif Pegagan pernah
dilakukan oleh Anissatul Mubarokah dan kawan-kawan dari Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Dengan menggunakan ekstrak metanol dosis
bertingkat yang diteliti pada mencit putih jantan ditemukan bahwa pada dosis 0,8
gram/kg BB ekstrak pegagan sudah menunjukkan efek sedatif.3
2.2 UJI TOKSISITAS AKUT
2.2.1 Pengertian
Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang
terjadi secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal.
Jadi yang dimaksud dengan uji toksisitas akut adalah uji yang dilakukan
untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan
coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah
perlakuan dan dilakukan dalam satu kesempatan saja6,14
Data kuantitatif uji toksisitas akut dapat diperoleh melalui 2 cara,
yaitu dosis letal tengah (LD50) dan dosis toksik tengah (TD50). Namun
yang paling sering digunakan adalah dengan metode LD50.
2.2.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan
potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala
yang timbul pada hewan coba6,14. Data yang dikumpulkan pada uji
16
toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran dosis letal
atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis.
2.2.3 Hewan Coba
Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji
toksisitas akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun
tidak ada aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba,14
yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit,
marmut, kelinci, babi, anjing, monyet. Pada awalnya, pertimbangan dalam
memilih hewan coba hanya berdasarkan avaibilitas, harga, dan kemudahan
dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman tipe metabolisme,
farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut
dipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah mencit dengan
mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan perawatan, harga, dan
hasil yang cukup konsisten dan relevan.15
2.2.4 Perlakuan Hewan Coba
Hewan coba dikarantina terlebih dahulu selama 7 – 14 hari.
pengkarantinaan ini bertujuan untuk menghilangkan stres akibat
transportasi. Serta untuk mengkondisikan hewan dengan suasana lab. Pada
waktu pengkarantinaan, temperatur dan kelembaban harus diperhatikan.
Temperatur yang cocok untuk karantina adalah temperatur kamar serta
kelembapan yang sesuai antara 40 – 60%.
17
Pemberian senyawa pada hewan coba (mencit) memiliki dosis
maksimum yaitu 5000mg/KgBB15 dan juga mempunyai batas maksimum
volume cairan yang boleh diberikan pada hewan uji.6 Dosis yang diberikan
dapat diperhitungkan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Berdasarkan ED50 senyawa uji dari hasil uji farmakologi dengan
hewan uji dengan jalur pemberian yang sama.
2. Berdasarkan harga LD50 senyawa uji pada hewan uji yang sama (5
– 10% LD50 intra vena).
3. Berdasarkan kelipatan dosis yang disarankan untuk digunakan
pada manusia.
4. Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis anta-jenis hewan,
berdasarkan nisbah (ratio luas permukaan badan mereka).6
2.2.5 Cara Pemberian Senyawa
Lazimnya senyawa diberikan pada hewan coba adalah dengan cara
per oral, namun cara yang paling tepat adalah dengan mempertimbangkan
kemungkinan cara pemberian senyawa tersebut seperti pada manusia.
Kebanyakan orang lebih memilih memakai obat dari kulit atau melalui
inhalasi karena kemudahannya. Tetapi uji toksisitas melalui cara tersebut
sulit dilakukan karena :
1. Uji toksisitas akut melalui inhalasi membutuhkan alat khusus, agar
perhitungan induksi obat sesuai standar, sehingga butuh biaya lebih
banyak serta menggunakan metode yang lebih rumit.
18
2. Uji toksisitas akut melalui kulit membutuhkan biaya yang lebih
besar dibandingkan dengan pemberian per oral.
3. Sedikit sekali hewan yang memiliki struktur kulit yang sama
dengan manusia, karena manusia mempunyai epidermis (stratum
corneum) yang lebih tebal dari hewan coba pada umumnya. Hewan
yang mempunyai tingkat kesamaan paling tinggi dalam struktur
kulit dengan manusia adalah babi.15
2.2.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan 24 jam pertama sejak diberikan perlakuan,
dan 7 – 14 hari pada kasus tertentu. Sebaiknya mengamati hewan coba
sebelum diberi perlakuan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
gejala yang terjadi setelah diberi perlakuan dengan membandingkan gejala
atau perilaku sebelum perlakuan.
Kriteria Pengamatan meliputi:
1. Pengamatan terhadap gejala – gejala klinis.
2. Perubahan berat badan.
3. Jumlah hewan yang mati pada masing – masing kelompok uji.
4. Histopatologi organ.6
2.2.7 Analisa dan Evaluasi Hasil
Data gejala – gejala klinis yang didapat dari fungsi vital, dapat
dipakai sebagai pengevaluasi mekanisme penyebab kematian secara
19
kualitatif. Data hasil pemeriksaan histopatologi digunakan untuk
mengevaluasi spektrum efek toksik. Data jumlah hewan yang mati
digunakan untuk menentukan nilai LD50.
Jika pada batas dosis maksimum tercapai, namun belum diketahui
LD50-nya, maka hasil yang didapat tertulis “LD50 lebih dari
5000mg/KgBB”. 15 Dan jika sampai pada batas volume maksimum yang
boleh diberikan pada hewan uji, namun belum menimbulkan kematian,
maka dosis tertinggi tersebut dinyatakan sebagai LD50 semu (LD0). 6
2.3 LETHAL DOSE 50
Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna
menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan
atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah
perlakuan6,16. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk
menyatakan kisaran dosis letal.
Beberapa pendapat menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun demikian, ada juga beberapa kalangan
yang masih setuju,bahwa LD50 masih dapat digunakan untuk uji toksisitas akut
dengan pertimbangan antara lain :
􀁸 Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur
LD50, tetapi juga memberikan informasi tentang waktu kematian,
20
penyebab kematian, gejala – gejala sebelum kematian, organ yang
terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek nonlethal.
􀁸 Hasil uji ini dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design
penelitian subakut.
􀁸 Hasil uji ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko
suatu senyawa terhadap konsumen atau pasien.
􀁸 Uji LD50 tidak membutuhkan waktu yang lama.14
Hasil dari uji LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati,
juga harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24
jam setelah perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring
perkembangan, hal ini sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes
LD50 dilakukan dalam 24 jam pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja
sudah cukup untuk mewakili tes LD50 yang diamati dalam 24 jam.
Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya,
pada tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10
– 14, sehingga bila diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil
yang berarti. Dan apabila demikian maka penulisan hasil harus disertai dengan
durasi pengamatan.14
Pada umumnya, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa
tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah
toksisitasnya. Potensi ketoksikan akut senyawa pada hewan coba dibagi menjadi
beberapa kelas, adalah sebagai berikut :
21
No. Kelas LD50 (mg/KgBB)
1 Luar biasa toksik 1 atau kurang
2 Sangat toksik 1 – 50
3 Cukup toksik 50 – 500
4 Sedikit toksik 500 – 5000
5 Praktis tidak toksik 5000 – 15000
6 Relatif kurang berbahaya lebih dari 15000
Loomis (1978)14
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies,
strain, jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut
hewan coba. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, yaitu meliputi waktu
pemberian, suhu lingkungan, kelembaban dan sirkulasi udara. Selain itu,
kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil ini. Oleh karena itu, sebelum
melakukan penelitian, kita harus memperhatikan faktor – faktor yang
mempengaruhi hasil ini.16
22
2.4 KERANGKA TEORI
Ekstrak Pegagan
(Centella asiatica (L.)
Urban)
Mencit Balb/c
Genotipe:
􀁸 Status fisiologi : umur, kematangan,
berat, jenis kelamin,
strain.
􀁸 Lingkungan : suhu, kelembaban,
kandungan udara,
sirkulasi udara,
intensitas cahaya.
􀁸 Kesehatan : gizi, imunitas
alami dan didapat.
􀁸 Makanan : komposisi, kuantitas,
cara pemberian.
􀁸 Minuman : mutu air, kuantitas air,
Fenotipe:
􀁸 Perancangan perlakuan:
Pemindahan, pengelompokan ulang,
adaptasi, recovery
Dramatipe:
􀁸 Pra uji
􀁸 Uji sebenarnya
Histopatologi
organ
Kematian hewan Gejala klinis
coba
Berat badan
23
2.5 Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Ekstrak Pegagan memiliki daya ketoksikan akut “Praktis Tidak Tosik”
menggunakan kriteria Loomis (1978).
Ekstrak Pegagan
(Centella asiatica (L.)
Urban)
Efek Toksik: LD50

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Mega's Blogg and Powered by Blogger.